Minggu, Oktober 02, 2016

Cerpen Cermin Kehidupan karya Sang Lanna

Tags

Cerpen Cermin Kehidupan
Cerpen Cermin Kehidupan

Cermin Kehidupan
oleh : Sang Lanna

Suatu hari, malam minggu, setelah pulang dari kumpul-kumpul dengan teman-teman ... baru memasuki kamar, perut berbunyi meminta diisi. Apesnya lagi, di rumah, telah tak ada makanan yang tersisa. Terpaksa, demi sang perut, akupun keluar malam itu, mencari makanan pengisi perut. Beruntung, malam itu malam minggu. Hingga masih banyak warung tenda di pinggiran jalan yang buka, menjajakan makanan. Meski waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.

Aku memasuki salah satunya yang menarik minatku. Suasana di dalam tampak ramai. Beberapa orang, bergerombol dan berpasangan, terlihat sedang menikmati hidangan sembari bercakap, bercanda.. Hampir semua tempat telah terisi. Sesaat aku menengok kesana kemari, mencari meja yang masih kosong. Akhirnya, aku mendapat bagian tempat di pojokan, dekat rak piring dan gelas.
Seorang ibu paruh baya, pemilik warung tenda itu, menghampiriku seraya ramah menyapa, 
Monggo, Mas... Mau makan?" tanyanya lembut.
"Iya, Bu. Tolong nasi ramesnya satu, sama teh manis hangat, ya," jawabku sambil tersenyyum.
"Inggih, Mas. Sebentar, saya siapkan," Si Ibu mengangguk sambil balas tersenyum. Lalu berlalu, kembali sibuk menyiapkan makanan.


Sambil menunggu hidangan datang, aku mengedarkan pandangan di sekelilingku. Saat menatap rak piring di dekatku, sesaat aku tertegun. Nampak olehku, dua pasang kaki kecil di balik rak piring itu. Karena penasaran, kujulurkan sedikit leherku agar bisa melihat lebih jelas. Ternyata, pemilik dua pasang kaki kecil itu adalah seorang anak perempuan dan seorang anak lelaki yang tengah tertidur pulas. Perkiraanku, si anak perempuan berusia sekitar tujuh tahun, lebih tua dua tahun dari si anak lelaki. Dan sepertinya mereka adalah kakak beradik. Mereka tidur dengan nyenyak, hanya beralaskan selembar tikar plastik, dan berselimut selendang lusuh... 
Aku terenyuh menatapnya... Tanpa kusadari, si Ibu pemilik warung itu, memperhatikan gerak gerikku. Saat kemudian mataku beradu pandang dengan tatapan Ibu itu, sambil tersenyum menghilangkan rasa 'tak enak', aku bertanya,
"Anaknya, Bu?"
"Inggih, Mas," jawabnya sambil balas tersenyum.
"Koq tidur di sini? Dingin kan?"
"Enggak papa, Mas. Sudah terbiasa. Karena di rumah kosong, gak ada yang nungguin. Jadi terbiasa ikut saya jualan, dan tidur di sini," jawab si Ibu.
Aku termenung sesaat... "Mmm ... maaf, Bapaknya di mana?" tanyaku lagi.
"Bapaknya, suami saya, kerja di luar pulau Jawa. Setahun sekali pulangnya," jawabnya dengan suara datar.
"Ooh..." Aku menganggukkan kepala sambil tersenyum memaklumi. Dalam hati aku bergumam, 'kasihan ... masih sekecil-kecil ini...'
Tak berapa lama, makanan pesananku pun tersajikan.
"Monggo, silahkan, Mas."
"Inggih, Bu ... terima kasih." balasku. Lalu mulai menyantap hidangan itu.


Beberapa saat kemudian, sebuah mobil mewah berhenti di depan warung itu. Pintupun terbuka. Dua orang pria dan dua orang wanita berpenampilan 'wah', turun dari mobil. Sambil tertawa, bercanda mesra dengan pasangannya masing-masing, mereka berjalan, memasuki warung. Sesaat, seperti aku tadi, mereka mencari-cari tempat. Dan karena hanya mejaku yang masih longgar, merekapun memilih duduk di situ.

Salah seorang dari mereka, wanita berbaju sexy, kuning ketat plus rok mini, dengan dandanan khas kupu-kupu malam, menatapku ... lalu melempar sebuah senyuman nakal menggoda, saat tanpa sengaja saling beradu pandang. Aku hanya membalas dengan senyum tipis sekedarnya. Pria di sampingnya yang sempat melihat kejadian itu, nampak tak suka. Dengan gaya dibuat semesra mungkin, sambil melotot kepadaku, ia memeluk pundak si wanita, seolah-olah menunjukkan padaku, 'Ini cewek gue! Gak usah coba macem-macem ya!' 
Aku hanya mendengus lirih seraya mengumpat dalam hati, 'Huh! Gak doyan aku!"
Dan, sama seperti yang kulakukan tadi ... sambil menunggu hidangan tersajikan, keempat orang itu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Merekapun sesaat terpaku ketika menatap kedua bocah kecil yang tengah lelap di samping rak piring itu. Mereka lalu saling berbisik. Si wanita menatap dengan pandangan kasihan dan simpati. Namun si pria malah tertawa, dengan nada mencemooh.


Karena ramainya pengunjung yang memesan makanan, si Ibu pemilik warung, tampak kerepotan melayani. Berkali-kali mondar mandir memenuhi panggilan pengunjung, sembari menyiapkan makanan. Beberapa kali terdengar benturan keras dari wajan saat ia menggoreng dengan terburu-buru.

Mungkin, karena berisiknya suara itu, tiba-tiba, salah seorang dari kedua bocah tadi terbangun. Si anak perempuan sesaat mengucek-ucek mata, sambil menatap Ibunya yang tengah kerepotan. Sang Ibu sempat melihat putrinya yang terbangun. Sambil menyiapkan hidangan, ia berkata,
"Nak, tidur aja lagi. Selimutin adikmu itu, biar gak kedinginan."
Si anak perempuan sesaat terdiam. Lalu menyelimuti adiknya itu dengan rapat. Kemudian, ia malah beranjak bangkit, menghampiri Ibunya...
"Cape ya, Bu? Sinih aku bantuin, Bu," katanya lirih.
"Udah, gak usah .. Ibu gakpapa. Dingin, masih malam, jam dua lebih. Kamu tidur aja lagi," ujar Ibunya.
"Kasihan Ibu, kerepotan. Aku bantuin ya, Bu?" katanya dengan polos memaksa.
Si Ibu tersenyum haru... "Ya udah. Tolong kamu cuciin piring-piring dan gelas yang kotor itu ya, Nak...," katanya perlahan.
Si anak perempuan itu mengangguk sambil tersenyum. Lalu dengan sigap, berlari kecil ke tempat cucian, di mana piring dan gelas kotor nampak menumpuk di situ. Setelah membasuh mukanya dengan air di ember, iapun mulai mencucinya dengan cekatan.


Aku yang menyaksikan semua perbuatan anak perempuan umur tujuh tahun itu, terenyuh haru. Betapa terasa sayang dan baktinya kepada Sang Ibu. Sambil menahan kantuk dan dinginnya malam, Ia mencuci semua piring dan gelas kotor itu.

Rupanya, si wanita seksi berbaju kuning tadi, ikut memperhatikan perbuatan anak perempuan itu. Nampak ia tertegun dengan mata berkaca-kaca... Tubuhnya perlahan bergetar... Lalu butiran air mata, tak tertahankan, jatuh berlinang di pipinya. Akhirnya, ia menelungkupkan wajahnya ke meja, sambil menangis terisak-isak.

Si pria di sampingnya kaget dan bingung. Lalu mencoba membujuknya. Namun, si wanita tetap menangis... Si pria terus membujuk, bahkan memaksa, agar si wanita diam. sambil merangkulnya erat. Tangis si wanita malah semakin menjadi! Tiba-tiba, ia mendorong si pria dengan keras! Lalu menjerit histeris, 
"Iibuuu...! Ampuni akuu, Buu...!" teriaknya dalam ledakan tangis! "Aku berdosa padamuuu...! Aku anak durhakaa...! Ampunii akuuu...!"
Seketika seluruh orang yang berada di situ, terperanjat kaget! Warungpun menjadi geger! Si pria dan kedua temannya masih mencoba menghentikan tangis dan menenangkan wanita itu. Namun sia-sia... Jerit tangis si wanita semakin bertambah! Akhirnya, dengan suara gusar, si pria membentak keras,
"Udah, seret aja dia! Bawa masuk ke mobil! Kita balikin pelacur ini ke kandangnya!"
Kedua temannya itupun lalu menarik paksa si wanita, setengah menyeretnya, masuk ke dalam mobil! Si priapun bergegas menyusul. Melihat itu, aku spontan berseru, 
"Hey, Mas! Bayar dulu makanannya! Jangan asal nyelonong aja!"
Si pria melotot marah padaku ... aku balas dengan tatapan tak kalah tajam, sedikit mengancam. Si pria terdiam sesaat ... lalu merogoh dompetnya, dan mengeluarkan selembar uang lima puluhan, yang ia lemparkan begitu saja ke meja. Kemudian, iapun bergegas memasuki mobil, memacunya meninggalkan warung ... diiringi tatapan bingung dan heran dari orang-orang di sekitarnya...
Si Ibu pemilik warung, yang masih bingung dan heran, menghampiriku...
"Ada apa sih, Mas?" tanyanya tak mengerti.
"Gak tahu, Bu," jawabku sambil tersenyum. "Mungkin, secara gak sengaja, putri ibu tadi telah memberikan pelajaran yang berharga untuk wanita itu."
Si Ibu semakin bengong tak mengerti....

Sebuah cermin kehidupan, bisa terpampang di mana saja, untuk menyadarkan kita dari kesalahan... Semoga kita masih peka untuk menyadarinya...

**END**

WapPur

Terima kasih sudah membaca disini.


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)