Senin, Februari 24, 2020

Cerpen Luka dan Obat by Yunna

Luka dan Obat
by : Yunna

Lagi diperhatikan tebing di bawahnya, apa semua dapat selesai di bawah sana? Tangannya mulai mengobrak-abrik isi tas miliknya yang tergeletak. Sebagian isinya mulai berceceran di atas rerumputan. Senyumnya mengembang, mendapati benda silver yang terlipat.

Didekati bibir tebing. Jantung. Paru-paru. Leher. Bagian mana yang bagus dikoyak?

Pilihannya jantung. Dengan begitu ia akan cepat mati. Diangkat tinggi pisau lipat yang cukup luncing, ia pejamkan mata, setelahnya tidak ada lagi sakit. Air mata mulai mengalir. Ya, cukup tusuk, lalu jatuh, dan hilang selamanya dari dunia kejam ini.

"Jangan!" Matanya membola, seseorang tengah berusaha merebut pisau di tangannya.

Secara perlahan keduanya sedikit demi sedikit menjauh dari moncong jurang. Rahangnya mengeras, ia harus mendapatkan pisau itu. Sampai tangannya basah, lebih kental dari air dan itu bukan miliknya.

Sadar! Ia angkat tangannya membuat lawannya jatuh dan pisaunya hilang di kegelapan. Ditatap kedua tangannya yang gemetar, merah, ini!

Suara tawa mengalihkan pandangannya, keningnya berkerut menatap sosok yang berbaring. Perlahan mundur beberapa langkah, waswas. Rambut panjang urakan hampir menutup seluruh wajah, dari mana ia berasal.

"Aku bukan hantu," celetuk sosok itu, kembali tertawa.

"Siapa?" Ragu-ragu ia bertanya.

Sosok itu duduk. "Hai nona, apa gak lebih baik sebelum bertanya kau kenalkan dirimu dulu?"

Menahan napas, memikirkan nama yang baik. "Intan."

"Meta," jawab sosok itu kembali tiduran.

"Kenapa?" Meta mendengus geli.

"Kenapa?" tuntut Intan mengeraskan suaranya.

"Yakin mau bunuh diri? Kok lihat darah udah ketakutan," ledek Meta dengan nada menyebalkan.

Ia marah. Tunggu! "Dimana lukamu?" Tangannya bergerak, memeriksa tiap inchi perempuan yang tengan berbaring. Meta tertawa sambil mengangkat tangan kirinya.

Lengan jaket Meta robek cukup panjang. Intan menatap sekeliling, tapi tak menemukan apapun. Kain. Ya, bajunya. Ia berusaha merobek baju bagian bawahnya, cukup sulit membuatnya menggeram marah.

"Stop!" Ia mengangkat wajah, Meta melepaskan jaket, lalu melilitkan ke lengan kirinya. Sekarang tubuh wanita itu terekspos, walaupun samar, terlihat jelas goresan luka yang cukup banyak sekalipun telah mengering.

Meta memiringkan kepala ke kanan, tersenyum ganjil. Intan meneguk ludah paksa. Ini orang apa hantu, sih? Ia memalingkan wajah dengan mata terpejam, tapi pikirannya masih mengingat separuh wajah dengan luka bakar.

Meta tertawa terbahak. "kalau tadi kamu jatuh lebih parah dari ini!" Tunjuk wajahnya sendiri.

"Aku gak tahu masalah kamu, tapi dengan menyakiti diri sendiri akan memperburuk keadaan. Kalau kamu pikir aku cuma bermain dengan ini, kamu salah." Meta menarik kerah bajunya, ada goresan di bawah leher.

"Kamu hantu!" Ia berusaha menjaga jarak.

Meta menggeleng. "Kalau dia terlambat mungkin iya. Pulang yuk!"

Meta berdiri diikuti Intan, keduanya berjalan menyusuri hutan. Tidak ada yang memulai bicara, bahkan sampai di tepi hutan.

"Meta!" Tubuh Meta langsung diterjang seorang pria, mereka berpelukan begitu mesra. Sesekali menciumi kening dan pipi tanpa merasa jijik.

"Kamu luka?" Dengan cepat pria berkacamata itu menyadari, mengajak Mita ke mobil di pinggir jalan.

Sepertinya lelaki itu seorang dokter. Mita duduk di jok mobil memandangi wajah pria itu dengan tersenyum. Tanpa meringis atau raut kesakitan saat lukanya tengah diobati. Tangan kanannya bergerak mencubit pipi di depannya pelan. "Aku sayang kamu!"

Intan atau siapalah? Memilih pergi secara diam-diam, tak ingin mencampuri urusan orang lain. Tentang hubungan mereka atau pun luka wanita bernama Meta. Terlalu pribadi. Satu hal yang ia petik dari kejadian barusan.

'Selalu ada obat untuk luka sekali pun tak membuatnya kembali seperti semula. Mungkin itu sebuah peringatan. Bukan untuk menambah kesalahan, tapi dengannya akan jauh lebih baik.'

End.

WapPur

Terima kasih sudah membaca disini.

This Is The Newest Post


EmoticonEmoticon