![]() |
Cerpen Sembunyi di Balik Kabar Karya Zangi Dost |
Sembunyi di Balik Kabar
Karya: Zangi Dost
Bagaimanapun menyenangkan atau menyedihkannya masa lalu, semua itu hanya kenangan. Tidak bisa kembali, tak pernah bisa ditawar. Sialnya dia selalu merindukan masa itu, seolah waktu mengutuk, membiarkan terus hidup sedang separuh makna hidupnya tertinggal bahkan hilang di sana.
Lelaki itu tidak pernah takut akan masa depan, bagaimanapun buruknya. Sebab segala harapan, cita-cita, dan ... cinta. Sudah mati di waktu lampau. Apa yang perlu ditakutkan? Sedang alasan untuk takut pun sudah tidak ada.
Nirmala, adalah alasannya merasakan takut. Setiap hari, takut bila si kekasih meninggalkan, takut kehilangan. Hingga saat itu tiba. Apa yang ditakutkan terjadi. Nirmala, benar-benar pergi. Mulai hari itu, meski dia tidak ikut mati, tetap saja setiap hari lelaki itu menziarahi kuburan sendiri, meratap, menangis pilu di depan batu nisan kenangan.
"Lima belas tahun, Mas. Sudah lima belas tahun. Apa yang perlu ditangisi?"
"Justru itu, Put. Sudah lima belas tahun, dan Masmu ini tidak bisa melupakannya. Sangat menyedihkan."
"Mas Darwin. Mbak Nirmala sudah pergi. Harusnya Mas bisa merelakan."
"Tidak! Dia masih di rumah itu, Put. Menunggu Mas pulang." Darwin meninggalkan Putri yang memandangnya penuh iba.
Rumah itu sangat sepi, meski bersih dan terawat. Darwin duduk di kursi teras depan, memandang halaman luas, tempat di mana dia melihat Nirmala meninggal mengenaskan lima belas tahun lalu. Melihat mayat sang kekasih tanpa kepala.
Kematian yang sangat misterius, satu-satunya yang diduga saksi mata yakni tukang kebun hilang tanpa jejak. Membuat Imran selalu menduga bahwa tukang kebun itulah yang membunuh kekasihnya. Tapi, mana buktinya? Apa motifnya? Tukang kebun itu bahkan sudah sepuluh tahun menjadi pegawai setia, rasanya mustahil. Atau ... tukang kebun itu pun dibunuh, sebab menjadi saksi pembunuhan istrinya? Ah, entahlah.
Darwin menghela napas, pertanyaan itu selalu menghantuinya sejak lima belas tahun lalu. Segala usaha sudah dilakukan, akan tetapi tidak pernah menghasilkan jawaban.
Trit ... trit ... trit ....
Bunyi handphone menyadarkannya.
"Hallo."
"Bos, saya bertemu Nyonya Nirmala."
"Apa? Sialan kamu!" Darwin kaget, betapa berani anak buahnya.
"Serius, Bos." Suara di telepon demikian tegas. "Bersama dua orang, dan sekarang menuju ke sana."
"Tutup mulutmu!" Dengan marah Darwin membanting teleponnya. Gila! Bagaimana mungkin? Dia bukan tidak akan senang bila Nirmala benar-benar ada. Tetapi, mempercayai orang yang sudah mati kembali ke dunia? Dia tidak begitu gila, kawan.
"Halo, Mas Darwin ...."
Sejenak Darwin terpaku, suara itu ....
"Ni ... Nirmala?"
"Mas, Darwin ...." Wanita cantik itu mendekat, memeluk Darwin yang masih melotot. Ini gila.
"Kau setan! Pergi jangan ganggu aku!" Darwin cepat menjauh, melotot memandang wanita yang tersenyum di hadapan.
"Saya Nirmala, Mas."
"Tidak mungkin. Nirmala sudah mati!" Darwin menutupkan mata, mengeleng kepala, keringat membasahi dahinya. "Apa aku sudah gila?"
"Saya benar Nirmala, Mas. Maafkan saya meninggalkan Mas terlalu lama. Saya berjanji tidak akan meninggalkan Mas lagi. Sekarang semuanya sudah beres, Mas." Wanita itu memandang terharu lelaki yang sudah seperti gila di depannya.
"Nirmala, lima belas tahun lalu sudah meninggal tanpa kepala. Kau pasti hantunya. Iya, hantunya. Hahaha."
"Cukup, Mas. Wanita yang meninggal itu bukan saya!" Nirmala memandang dua orang di belakangnya. Seakan mengerti, dua orang itu mendekati Darwin, memeganginya, lalu menyuntikan sesuatu.
Darwin lunglai, pandangan terasa kabur. Tetapi tidak lama dia menjadi tenang.
"Wanita yang meninggal lima belas tahun lalu itu mayat dari rumah sakit, Mas. Sengaja dipenggal kepalanya supaya orang mengira itu saya."
Nirmala memeluk Darwin, mengusap kepala kekasihnya.
"Lima belas tahun lalu, saat itu kita terancam bahaya. Tapi Mas tidak menyadarinya. Mas pasti tidak tahu, bila tukang kebun Mas yang setia itu menjadi antek-antek musuh.
Suatu hari tanpa sengaja saya mendengarnya bercakap-cakap dengan seseorang lewat telepon. Sangat mencurigakan. Anak buah saya menangkap dan memaksanya mengaku. Mas tahu tidak siapa yang membeli kesetiaan tukang kebun itu? Mantan pacar saya, Mas." Nirmala menangis, mendekap Darwin yang masih melongo tidak percaya.
"Bagaimana ... bagaimana itu terjadi?" Lelaki itu perlahan mendapat ketenangan kembali, menatap manik mata wanita di hadapannya.
Bersambung ....
EmoticonEmoticon