The Confession
Karya : Opant Anata
Memiliki hubungan spesial dengan rekan kerja seperti memiliki dua sisi. Kita bisa saling bertemu tapi profesionalisme membuat batasan tersendiri. Seperti yang dialami Andi dan Siska. Mereka memang sering berjumpa dan dari sana benih-benih asmara pun timbul.
Setelah tujuh bulan berpacaran, tampaknya Siska ingin melanjutkan hubungan itu ke tahap serius. Sebab penghasilan keduanya dirasa cukup untuk mengadakan resepsi pernikahan sederhana. Andi pun berpikiran sama, hanya saja kali ini harus terganjal dengan pekerjaan yang begitu banyak. Sehingga pikirannya sedang sulit jika harus terbagi fokus.
Dua bulan berlalu, Siska merasa bahwa percakapan mengenai pernikahan selalu dihindari oleh Andi. Namun Siska mencoba sekali lagi untuk memastikan keseriusan Andi. Kebingungan diperlihatkan oleh keduanya. Bagi Andi, keputusan itu harus dipikirkan matang-matang olehnya. Bagi Siska, hubungan mereka yang tak jelas membuatnya ingin putus. Namun Siska ragu memulai dari awal kembali dengan orang lain. Kegusarannya ia tunjukkan dengan tanpa kata.
Beberapa hari ini Siska tak banyak bicara dengan Andi. Hal itu jelas membuat Andi merasa bersalah. Ia tahu bagaimana kekasihnya itu menunjukkan amarahnya. Diam adalah hal yang Andi takutkan. Ketika ia mencoba bicara, Siska selalu membalas dengan singkat atau berpaling dan memilih fokus bekerja.
Pada akhir bulan, hampir separuh pegawai lembur untuk menyelesaikan tugas. Termasuk Andi dan Siska, akan tetapi bagi Andi terasa gusar dan tidak tenang dalam hatinya. Selain ia merasa bersalah pada Siska, ia pun cemburu kala pria-pria mendekati kekasihnya tersebut. Andi ingin sekali bicara padanya, tapi ia menunggu saat yang tepat.
Ketika para pegawai mulai pulang, Andi pun mendekati Siska. Meski sedang bekerja, Siska dapat membagi pikirannya untuk Andi. Hanya saja perbincangan itu tampak tak baik.
"Siska, kau masih marah padaku? Aku memang tak bisa mengekangmu, meski aku sebenarnya masih kekasihmu. Tapi ketika banyak pria mendekatimu, itu membuatku cemburu. Aku ingin kau tetap di sisiku. Seperti saat dulu." Andi mengungkapkan isi hatinya.
"Aku hanya bersikap seperti rekan kerja pada semua orang." Siska berkata singkat dan Andi seperti terlukai hatinya.
"Iya, dan kau juga begitu padaku. Aku masih kekasihmu!" Andi mulai terbawa perasaan dan ucapannya bernada tinggi.
"Apa kau juga menganggapku begitu? Kau selalu menghindar jika kita bicarakan hubungan kita. Kau juga tak pernah menanggapiku saat kita bertemu. Apakah itu sikap sebagai seorang kekasih?" Siska mulai kesal dan meluapkan emosinya.
"Setidaknya kau tidak memicu kecemburuanku dengan berjalan bersama pria lain. Jika perlu esok atau lusa kita melangsungkan janji suci, hanya kita berdua. Agar kau tidak bersikap seperti wanita yang menjajakan diri untuk mereka." Andi bertambah kesal dan perkataannya melukai hati Siska.
"Plak ... Aku tidak ingin menikah dengan orang yang egois sepertimu!" Siska menampar Andi lalu pergi.
Siska pun beranjak menjauh untuk menenangkan diri, dan Andi merasa begitu bodoh dengan kata-kata kasar yang ia lontarkan. Setelah ia berpikir kembali, ia sadar dengan kesalahannya kali ini. Saat Andi memandang meja kerja Siska, ia pun kembali untuk meminta maaf.
"Siska maafkan sikap kasarku. Semua masalah yang datang pada hubungan kita membuatku tak berdaya. Aku sayang padamu. Maksudku, aku tak ingin kau pergi jauh dariku. Bila perlu, tampar aku sekali lagi, berkali-kali jika itu dapat membuatmu memaafkan aku." Andi tertunduk dan mengakui kesalahannya.
"Aku masih sayang padamu. Kumohon kau jangan lagi mengacuhkanku. Aku ingin kau selalu hadir untukku. Entah berapa kali aku pun melukai perasaanmu, aku menyesal kita tak bisa sehangat seperti dulu kala." Siska begitu baik dan dapat memaafkan kesalahan Andi.
"Aku akan mencoba merubah sikapku. Aku merasa malu jika aku ingin menikah denganmu, tapi sifat dan sikapku belum dewasa serta lebih baik. Aku ingin kau selalu bersamaku. Kamu adalah yang terbaik yang aku miliki," ucap Andi.
"Sudahlah, aku tak ingin kau berlama-lama larut pada kesedihan dan rasa bersalahmu. Namun ... Aku tak bisa menjawab permintaanmu kali ini, maaf!" Siska menolak permintaan Andi dan membuat Andi kebingungan.
"Jika aku masih memiliki kesalahan, tolong maafkan aku, tampar saja aku! Mengapa kau lakukan ini padaku?" tanya Andi yang merasa kecewa dengan jawaban Siska.
Siska kembali beranjak dan berlari menjauhi Andi. Namun kali ini Andi mengikuti Siska yang tampak pergi menuju lift. Saat pintu lift terbuka, Siska pun masuk. Namun kala Andi berbelok untuk turut masuk. Ia menabrak Security yang melangkah keluar.
"Awas, Pak! Kau menghalangiku. Aku harus mengejar kekasihku. Ia akan pergi," ucap Andi.
"Pak, pak Andi ... Hey, pak Andi, sadarlah dan dengarkan aku!" Security itu membentak Andi.
..
"Aku datang kemari untuk memberi kabar, bahwa aku menemukan Nona Siska tergeletak di tangga darurat. Sepertinya ia terjatuh dari lantai (7) ini hingga berhenti di lantai tiga. Aku sudah menelepon dan menunggu kedatangan ambulans. Saya harap bapak bisa tenang sekaligus turut membantu mengangkat jasad beliau." Security tersebut menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Tapi ... Tadi ... Siska ...." Andi bicara terbata-bata dan tak sadar air matanya mengalir.
Andi melangkah perlahan saat ia mengikuti Security mendekati jasad Siska yang tergeletak. Ia terkejut dan menutup mulutnya yang menganga. Lalu ia mulai menangis histeris sambil mencoba membangunkan Siska.
Terasa sakit hati saat ia menyadari bahwa sedari tadi ia berbincang dengan arwah Siska. Andi meminta maaf atas segala hal dan tampaknya memang itu yang diinginkan agar Siska mengetahui. Andi pun tak bisa berhenti bersedih mengingat semua perkataan yang terlontar dari Siska. Baginya, ia telat menyesali kesalahannya. Sebab adanya kemungkinan Siska terjatuh karena memikirkan kata-kata kasar yang ia ucapkan. Namun ia ingat bahwa Siska ingin Andi tetap menemuinya, Andi pun baru sadar bahwa itu adalah di pembaringan terakhir (pemakaman) Siska.
- selesai -
EmoticonEmoticon