![]() |
Cerpen Diskriminasi Yang Membawa Penyesalan |
Diskriminasi Yang Membawa Penyesalan
Karya : FirLanna
Bruuaaakkk!
Suara benturan keras terdengar mengejutkan! Pak Darmin menatap dengan mata terbelalak! Mobil sedan mewah itu terlempar ke kiri, setelah bertabrakan keras dengan sebuah truk barang yang melaju kencang dari arah berlawanan. Mobil itu menghantam tembok pembatas jembatan, hingga hancur! Dan tanpa dapat dicegah, meluncur ke dalam sungai di bawah sana...
Byuuurr!
Orang-orang ramai berlarian memburu ke sungai. Mobil sedan itu perlahan-lahan mulai tenggelam... Tampak pemgemudinya terkulai pingsan di atas setirnya... Orang-orang ramai berteriak cemas. Namun tak ada satupun yang berani terjun ke sungai itu untuk menolong. Semua tahu, dalamnya sungai berair deras itu, membuatnya berbahaya untuk diarungi. Apalagi mencoba menolong orang yang terjebak di dalam mobil yang mulai tenggelam itu. Benar-benar harus berpikir seribu kali.
Namun tidak bagi Pak Darmin. Keseharian pekerjaannya sebagai penambang pasir sungai, membuatnya tak gentar pada dalamnya sungai berarus deras itu. Tanpa berpikir lama, Pak Darmin meletakkan tas butut yang dibawanya ... melepas sandal selop, dan langsung terjun ke sungai itu. Tubuh tuanya nampak gesit berenang, menuju ke mobil yang tengah tenggelam... Orang-orang ramai berteriak... Ada yang cemas, berusaha mencegah ... namun ada pula yang justru memberi semangat. Pak Darmin terus melaju, berenang melawan derasnya arus sungai. Hingga mencapai bagian depan mobil itu. Nampak si pengemudi mulai tersadar ... lalu terperanjat, bingung dan panik, saat menyadari ia dan mobilnya mulai tenggelam di sungai itu. Pak Darmin telah mencapai pintu di bagian pengemudi. Ia lalu mencoba membukanya ... terkunci! Pak Darmin memukul-mukul kaca pintunya. Pengemudi yang dilanda kepanikan itu menoleh. Lalu tersadar. Ia melepas kunci pintu mobil, lalu mencoba membukanya. Namun arus deras menahan pintu itu dengan kuat! Pak Darmin kembali memukul-mukul kaca pintu itu, lalu menunjuk-nunjuk. Pengemudi itu mengerti. Ia lalu membuka kacanya. Air mengalir deras memasuki mobil. Membuatnya semakin tenggelam.
"Ayo, Pak! keluar dari jendelanya saja! pintunya susah dibuka. Dorongan airnya terlalu kuat!" teriak Pak Darmin dengan nafas terengah-engah.
Pengemudi itu mengangguk mengerti. Lalu bangkit, mengeluarkan tubuhnya lewat kaca jendela pintu mobil. Pak Darmin membantunya menarik keluar. Mobil semakin dalam tenggelam! Orang-orang menatap dengan penuh cemas dan tegang! Setelah berjuang sekuat tenaga, akhirnya pengemudi itu berhasil keluar dari mobil. Pak Darmin segera memegangnya dengan erat, lalu membawanya berenang ke tepi. Mobilpun semakin tenggelam...
***
Pak Darmin dan pengemudi itu merebahkan tubuh di tanah, dengan napas tersengal-sengal. Ramai orang bersorak ... senang, lega, memuji keberanian Pak Darmin. Sesaat Pak Darmin menatap wajah si pengemudi yang baru saja ia tolong dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Hatinya tercekat! Pikirannya melayang ... ingat kejadian tadi pagi di salah satu kantor pemerintahan yang baru saja ia kunjungi...
"Apa? mau minta sumbangan? bantuan perbaikan rumah desa? saya gak ada waktu untuk mengurusi permintaan sumbangan macam begini! saya sibuk! lihat! banyak orang berpangkat dan berpakaian mewah, menanti tanda tangan saya! Bapak ini, orang dusun ... datang-datang, dengan pakaian lusuh, bersandal selop, hanya mengganggu waktu saya saja! silahkan keluar dari kantor saya ini, sebelum saya panggilkan security untuk membawa Bapak keluar!"
Terngiang kembali bentakan keras dari kepala kantor pemerintahan itu, orang yang kini rebah di hadapannya, setelah berjuang mati-matian keluar dari marabahaya. Pak Darmin mengela napas panjang. Pengemudi itu mencoba bangkit, duduk. Napasnya telah mulai pulih kembali. Ia menatap Pak Darmin sambil tersenyum tipis,
"Saya ucapkan beribu-ribu terima kasih atas bantuan Bapak tadi. Kalau Bapak tak menolong, entahlah ... pasti saya telah mati tenggelam, bersama mobil itu," katanya.
Ia mengulurkan tangan, menjabat erat tangan Pak Darmin. Sesaat ia tertegun ... menatap lekat-lekat wajah Pak Darmin ... mencoba mengingat-ingat... Lalu wajahnya berubah pucat!
"Bapak...? Bapak yang tadi pagi ... ke kantor saya? Bapak yang ... meminta sumbangan dari saya?" tanyanya dengan suara gemetar.
Pak Darmin mengangguk sambil tersenyum ramah. Orang itu semakin terbelalak. Lalu raut wajahnya memerah ... malu dan menyesal... Ia menangis, menubruk kaki Pak Darmin...
"Ya Tuhaaan... Ampuni saya, Pak... Saya telah berlaku jahat pada Bapak... Tapi Bapak malah menyelamatkan nyawa saya...," Ia menangis meraung. "Ya Tuhaaan... Saya telah berdosa besar...!"
Pak Darmin segera mengangkat pundak orang itu...
"Sudahlah, Pak. Manusia memang tempatnya khilaf dan lupa. Bapak terlupa karena kesibukan yang pasti menyita pikiran dan tenaga. Saya memakluminya...," kata Pak Darmin lembut.
Orang itu masih menangis terisak-isak, penuh penyesalan...
"Saya telah berlaku jahat pada Bapak... Mengapa Bapak mau menolong saya?" rintihnya lirih.
Pak Darmin tersenyum...
"Allah tak pernah membedakan pada siapa IA melimpahkan rahmat kehidupan. Matahari IA pancarkan untuk semua mahlukNYA... Udara IA hembuskan untuk semuanya... Air IA alirkan untuk semuanya... Semua mahluk ciptaanNYA dapat merasakan rahmatNYA tanpa terkecuali. Aku ini hanya hambaNYA. Maka, aku akan mengikuti yang Allah lakukan, dengan segala keterbatasan kemampuan yang aku punya... Menolong pada siapapun yang membutuhkan.... Tanpa memandang apa atau siapa dia," jawab Pak Darmin.
Orang itu kembali menangis ... penuh haru dan penyesalan... Orang-orang masih ramai berkerumun... sebuah mobil polisi, ambulan dan mobil derek, menambah ramai suasana. Aku berdiri di antara kerumunan orang-orang itu... Tersenyum haru seraya menatap bangga pada Pak Darmin.... Orang itu masih menangis, bersimpuh di pangkuan Pak Darmin... Allah telah menegurnya dengan hikmah yang luar biasa....
#Jangan pernah memandang apa dan siapa pada orang yang membutuhkan pertolongan, karena pertolongan Allah pada kitapun, bisa datang melalui orang tanpa memandang apa atau siapa dia...
**END**
EmoticonEmoticon