![]() |
Cerpen Setelah Semua Ini |
Setelah Semua Ini
Karya : FirLanna
Arman baru saja selesai membasuh seluruh tubuhnya yang kotor belepotan tanah. Baju dan celana, ia tanggalkan, dimasukan ke dalam sebuah kantung plastik hitam...
"Ini harus aku buang!" batinnya berpikir cepat.
Tiba-tiba HP di kamarnya berdering nyaring... Sebuah pesan masuk... Arman membiarkannya ... melanjutkan membasuh tubuh. HP kembali berdering, dan berdering lagi... Masih dengan nada yang sama...
"Banyak amat pesan yang masuk?" kembali batin Arman bergumam.
Ia terus melanjutkan kegiatannya... Sementara, HPpun masih terus berdering beberapakali... Akhirnya berhenti, bertepatan dengan Arman selesai membasuh tubuhnya, dan mengikat kuat tas plastik hitam berisi baju dan celana yang kotor itu. Arman keluar dari kamar mandi, hanya berselimut selembar handuk. Ia berjalan menghampiri HP di meja. Rasa penasaran, membuatnya langsung saja ingin melihat isi pesan itu, tanpa ingin berpakaian dahulu. HP ia buka ... dan rasa terkejut melandanya!
"Pesan dari Wulan?" batinnya gemetar. "Tapi ... tapi... Wulan kan...?"
Dengan tubuh gemetar, dibacanya pesan dari Wulan yang masuk begitu banyak ...
***
"Arman kekasihku... Setelah dua tahun menjalani hubungan ini, aku telah merasa, mulai ada perubahan pada sikapmu. Semua mulai terasa, setelah aku serahkan seluruh ragaku untukmu... Mungkin kau telah puas, menikmati aku, mendapatkan apa yang kau mau... Kini terasa kau menjauh, mengacuhkan aku... Aku sedih ... namun coba tetap bertahan..."
Pesan itu terhenti ... Arman membaca pesan berikutnya...
"Aku tetap berada di sisimu. Tanpa perduli semua sikap acuhmu. Namun, kau malah semakin menjauh... Bahkan kau mendekati wanita lain, mengajaknya berkencan ... tanpa perduli aku lagi! Aku sakit ... namun masih tetap coba bertahan. Aku tetap di sisimu ... turuti apapun yang kau mau... Bahkan tubuhku ini, kuserahkan kapanpun kau menginginkannya! Semua untuk menjaga agar kita tetap bersama. Hingga akhirnya, yang kita lakukan, berbuah."
Pesan terputus lagi... Arman membuka lanjutannya...
"Aku bahagia dengan hadirnya buah cinta kita. Aku harap, ini bisa membuat hubungan kita kembali mesra seperti masa-masa awal dulu. Namun ternyata, aku salah! Kau malah marah-marah dan menolak mengakuinya! Padahal, kaupun tahu ... hanya padamu kuserahkan ragaku ini seutuhnya! Aku sedih ... takut ... dan bingung! apa yang harus aku lakukan? Akupun nekat! terpaksa aku mengancammu! akan aku ceritakan semua ini pada orang tuamu, orang tuaku, semua teman dan saudara, bahkan ke polisi bila perlu. Tapi itu hanya untuk menyadarkanmu, Arman sayang..."
Tangan Arman semakin gemetar membacanya. Ia membuka pesan berikutnya...
"Dan aku gembira, saat kau berubah! Kau mau menerimanya! Kau mengajakku bertemu, untuk membicarakan hubungan kita dan buah cinta kita, di suatu tempat. Aku bahagia... Aku bayangkan masa depan cerah yang akan kita jalani bersama... Bersama buah cinta kita yang semakin tumbuh ini. Bertiga, kita akan membina rumah tangga idaman... Aku bahagia sekali membayangkannya, Armanku sayang..."
Arman kembali membuka pesan berikutnya dengan tangan semakin gemetar...
"Kita duduk berdua, membicarakan masa depan kita. Kau menyetujui semua yang aku rencanakan. Aku sangat bahagia! terima kasih, Arman sayang... Lalu, kau beri aku sebotol minuman dingin kesukaanku. Aku meminumnya dengan suka cita ... hingga habis tak tersisa. Aku menatapmu ... kau tersenyum-senyum senang... Ada apa Arman? Dan ... mengapa tiba-tiba perutku panas? tenggorokanku serasa terbakar? sakiiit...! sakit sekali, Armaan...! seluruh tubuhku bagai ditusuk-tusuk besi panas membara! Aku menggeliat-geliat ... menahan sakit ... menggelepar-gelepar... Namun kau hanya tersenyum saja! kenapa, Arman?"
Wajah Arman memucat kini ... keringat dingin menetes... Ia beranikan membaca pesan berikutnya...
"Aku tergeletak tiada daya ... dengan napas terputus-putus ... dilanda sakit tak terkira! lalu kau menghampiriku... Kukira, kau akan menolongku... Tapi ternyata, kau menyeretku! membawaku ke sebuah tanah kosong! di sana, telah tersedia lubang lebar menganga, menungguku! Kau lemparkan aku begitu saja ke dalam lubang itu! teganya kau, Arman! lebih tega lagi, kau mulai menyiramkan tanah ke tubuhku ... menguburku! aku masih hidup waktu itu, Arman sayang..."
Arman semakin pucat dan gemetaran... Ingin ia buang HP itu dari tangannya... Namun, entah kenapa, ia tak mampu melakukannya! Bahkan, tanpa dapat dicegah, jarinya membuka pesan yang terakhir...
"Arman sayang... Aku telah terkubur di dalamnya. Telah terhenti napas yang kupunya... Telah pisah nyawa ini dari raga... Namun, setelah apa yang tadi, terakhir kau lakukan padaku ... setelah semua, ini adalah awalnya! Kau telah memisahkan kita ... memisahkan aku dan buah cinta, darimu! namun itu hanya di alam fana! kini, aku telah keluar dari lubang itu ... menjemputmu ... untuk bersama dengan kami, aku dan si buah cinta kita, di alam lain... Biarlah kita tidak bisa bersana di alam fana ... tapi kitakan bersama, di alam lain... Arman sayang ... aku telah menunggumu di luar... Kemarilah, sayang... Temui aku di luar...."
Jantung Arman bagai berhenti berdetak! Rasa takut dan panik melandanya!
"Tidak ... tidak mungkin...," erangnya dengan suara gemetar.
Lalu tiba-tiba ... angin berhembus! Tirai jendela tersingkap perlahan... Mata Arman membelalak lebar! Sesosok tubuh nampak berdiri di luar jendela! Rambutnya panjang, meriap-riap, menutupi wajahnya... Arman semakin ketakutan!
"Tidaak ... tidaaak!" erangannya berganti dengan jeritan.
Sosok itu mengangkat tangannya dengan kaku ... lalu melambai ... memanggilnya...,
"Armaan ... sayaang... Kemarilaah...," suara itu terdengar parau menggema...
"Tidaak! tidaaaaak!" Arman berteriak sekuat tenaga.
Lalu berbalik, hendak melarikan diri. Namun malang, handuk yang menyelimuti tubuhnya, merosot jatuh karena getaran tubuhnya yang ketakutan! Handuk itu, membelit kakinya, lalu terinjak! Membuat tubuhnya hilang keseimbangan! Armanpun jatuh, terbanting keras ke lantai!
Duuaaak!
Kepalanya menghantam dahsyat lantai keramik itu, tepat pada pinggiran undakan di ambang pintu! Sesaat Arman menggelepar ... darah mengalir deras dari mulut, hidung dan lebih banyak lagi, dari kepalanya yang retak. Lalu ia terdiam ... untuk selamanya...
***
Di luar jendela, sosok tubuh itu menatap tajam. Setelah yakin, Arman telah tewas ... sosok itupun berlalu, meninggalkan jendela itu ... menuju pintu pagar, seraya membenahi rambutnya yang meriap-riap. Sesaat ia terdiam... Menatap HP di genggamannya...
"Mbak Wulan ... tenanglah di alam sana. Arman telah menerima pembalasannya... Semoga ia berjumpa dengan Mbak di alam sana," Ia berbisik lirih sambil terisak... "Maafkan aku... Adikmu ini terlambat menolongmu. Aku tiba, saat Ia telah menyeretmu ke liang itu. Dan pula, aku hanya sendiri saat diam-diam mengikutimu dan Arman. Aku tak akan bisa menangkapnya saat ia menguburmu. Maafkan aku, Mbak... Sakit, emosi dan dendam ... membuat, hanya ini yang terlintas di pikiranku, saat kulihat HP Mbak yang tergeletak di meja, tempat kalian minum bersama. Semoga Tuhan mengampuni kalian berdua dan menempatkan kalian di tempat yang layak..."
Iapun melangkah pergi, menembus malam ... sembari mendekap HP itu erat-erat... Masih sempat bibirnya mengucap,
"Semoga, Tuhanpun mengampuni aku ... setelah semua ini..."
EmoticonEmoticon